Meretas Jejak dakwah rasulullah 2
Oleh  Siti Andriyani

PENDAHULUAN
Kegiatan dakwah berlangsung sepanjang manusia masih berada di bumi, seiring dengan kebutuhan manusia terhadap kemaslahatan, makhluk di bumi menghendaki ketentraman, kebahagiaan, dan kesejahteraan yang terakumulasi kepada kemaslahatan dunia. Kemaslahatan itulah yang menjadi materi khusus dakwah yang senantiasa menyerukan keajegan kemaslahatan dan kebencian terhadap kemafsadatan.
            Dakwah adalah suatu sistem kegiatan dari seseorang, sekelompok, segolongan umat Islam sebagai aktualisasi iman yang dimanifestasikan dalam bentuk seruan, ajakan, panggilan, undangan, do'a, yang disampaikan dengan ikhlas dan menggunakan metode, sistem, dan teknik tertentu agar mampu menyentuh kalbu dan fitrah seseorang, keluarga, kelompok, massa dan masyarakat manusia, supaya dapat mempengaruhi tingkah lakunya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Jamaluddin Kafie, 1993 : 29)
            Hal lain yang perlu mendapat perhatian agar dakwah Islam dapat menyebar dengan baik yaitu dengan mengetahui secara persis kepada siapa dakwah di tujukan, dengan demikian diharapkan agar syiar Islam akan terus berlangsung, sehingga terwujud satu tatanan masyarakat aman sejahtera dibawah lindungan Allah SWT.
            Menurut pandangan Islam bahwa manusia pada dasarnya dalam keadaan fitrah, lalu akan berubah apabila dipengaruhi oleh lingkungannya. Manusia ketika baru lahir memiliki potensi-potensi yang akan berarti jika dikembangkan dan diarahkan menuju hal-hal yang inovatif dan bermanfaat.

 


HAKIKAT DAKWAH


1. Definisi Dakwah

            Dakwah ditinjau dari segi etimologi berarti panggilan, ajakan, seruan. Kata dakwah berasal dari bahasa Arab dalam bentuk infinitif (mashdar), yaitu دَعْوَةٌ dari kata kerja دعا (fi’il madhi),  يدعو ( fi’il mudhari).
Dakwah secara lughawi (etimologi) dapat diartikan sebagai panggilan atau memanggil, seruan atau menyeru, ajakan atau mengajak, undangan atau mengundang serta menarik. Seperti yang dijelaskan Endang Saifuddin Anshari bahwa arti dakwah menurut bahasa: panggilan, seruan, ajakan.
Definisi dakwah menurut terminologi diantaranya adalah mengajak  manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar-benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat (Toto Tasmara, 1997: 32). Pendapat lain mengatakan dakwah adalah usaha mengubah keadaan negatif kepada keadaan yang positif, memperjuangkan yang ma’ruf atas yang munkar, menerangkan yang haq atas yang batil ( Farid Ma’ruf Noor, 1987 : 28).
Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan lain sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur paksaan (H.M.Arifin, 1994: 6). Dengan demikian esensi dakwah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan, serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi untuk keuntungan pribadinya sendiri, bukan untuk kepentingan juru dakwah.
Dakwah dalam arti luas adalah penjabaran penterjemahan dan pelaksanaan Islam dalam perikehidupan dan penghidupan manusia (termasuk didalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kesenian, kekeluargaan dsb. (Toto Tasmara, 1997 : 31)
Adapun pengertian dakwah menurut istilah (terminologi), menurut Hamzah Ya’kub adalah mengajak manusia dengan hikmah dan kebijaksanaan  untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.  
Endang Saifuddin Anshari membagi terminologi dakwah menjadi dua: dalam arti terbatas dan luas, dalam arti terbatas: penyampaian Islam kepada manusia, baik secara lisan maupun tulisan, ataupun secara lukisan. Arti dakwah dalam arti luas: penjabaran, penerjemahan dan penghidupan manusia  termasuk di dalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan dan sebagainya). (Dakwah dalam arti luas adalah seluas kehidupan dan penghidupan itu sendiri).
Dakwah secara integralistik yaitu suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar masuk ke jalan Allah. Dan secara bertahap menuju ke jalan yang islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang bukan insidental atau secara kebetulan, melainkan benar – benar direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara terus-menerus oleh para pengemban dakwah dalam rangka mengubah prilaku sasaran dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. (H.Roosdi A-S.,1992:1)
Dilihat dari beberapa definisi tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa dakwah pada dasarnya suatu proses untuk mengajak dan mempengaruhi umat manusia kejalan yang haq yaitu Al Islam dengan berbagai macam cara sesuai kemampuan yang sesuai dengan syariat.

Esensi Dakwah
Esensi dakwah itu dilaksanakan dalam empat kegiatan, yaitu:
1. Yaduuna ilal khair, ialah menyampaikan dan menyeru manusia agar menerima dan mengamalkan ajaran Islam dalam seluruh kehidupannya dengan keyakinan bahwa Islam sebagai satu-satunya agama Allah bagi seluruh manusia yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan hidup yang hakiki, dan menjadi sumber kebenaran  dan kebaikan (Al-Khair) yang tidak diragukan lagi.
2. الأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ  yaitu memerintahkan manusia terutama mereka yang telah menerima Islam sebagai jalan hidupnya untuk melakukan kebajikan, yakni setiap perkara yang di ridhai Allah SWT dari berbagai ucapan, perbuatan dan buah pikiran yang dapat memberikan manfaat dan maslahat bagi manusia, baik perorangan maupun masyarakat.
3. Nahi anil munkar, ialah mencegah atau menghalangi setiap bentuk kemungkaran, yaitu setiap perkara yang tidak di ridhai Allah SWT yang apabila dikerjakan akan dapat membawa kerugian, kekacauan, kerusakan dan bencana tidak saja terhadap individu yang melakukan tapi seluruh manusia dan masyarakat.
4. Taghyiiruul Munkar, yaitu membasmi atau menghilangkan berbagai kemunkaran yang terdapat dalam kehidupan manusia, dengan mencurahkan segala kesanggupan dan kemampuan masing-masing sehingga kemunkaran tersebut lenyap dari tengah-tengah kehidupan manusia dan masyarakat.

Landasan Dakwah
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa dakwah merupakan yad’u illal khoir yang proses dan kegiatannya ada landasan dan tujuannya yang jelas yang bisa di pertanggung jawabkan. Salah satu landasan dasar dakwah terdapat dalam Alqur’an dan hadits:

1) Alqur’an surat An-Nahl ayat 125:
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
“serulah (manusia) kejalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dia lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalan-Nya dan Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang dapat petunjuk”
           
Dakwah merupakan rangkaian kegiatan atau proses dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan sebagai pemberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas seluruh kegiatan dakwah akan sia-sia. Salah satu tujuan dakwah dapat ditemukan dalam QS. Yusuf ayat 108 yaitu sebagai berikut :
ö@è% ¾ÍnÉ»yd þÍ?ŠÎ6y (#þqãã÷Šr& n<Î) «!$# 4 4n?tã >ouŽÅÁt/ O$tRr& Ç`tBur ÓÍ_yèt6¨?$# ( z`»ysö6ßur «!$# !$tBur O$tRr& z`ÏB šúüÏ.ÎŽô³ßJø9$# ÇÊÉÑÈ  

 “katakanlah, inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, maha suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.”
           
Atas dasar ayat tersebut maka salah satu tujuan dakwah adalah membentangkan jalan Allah di atas bumi agar dilalui umat manusia (Asep Muhidin, 2002: 145).
Selain itu salah satu tujuan dakwah adalah memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, sesuai dengan QS. Ali Imram ayat 110 yaitu :
öNçGZä. uŽöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ šcöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur šÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #ZŽöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB šcqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçŽsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ  

“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah.”

2) Hadits Nabi:

“Sampaikanlah ajaranku kepada orang lain walaupun satu ayat” ( HR. Bukhari).

Barang siapa diantara kamu yang melihat kemunkaran maka hendaklah ia mengubahnya (mencegahnya) dengan:
1.      Tangan (kekuasaan) nya, apabila ia tidak sanggup maka  dengan,
2.      Lidah (nasehat) nya,  apabila ia tidak sanggup maka dengan,
3.      Hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman. (Asmuni Syukir,1983:102).

Diantara tujuan dakwah adalah untuk mengubah masyarakat sebagai objek dakwah kearah yang lebih baik dan lebih sejahtera lahiriah maupun batiniah (Didin Hafiduddin: 67).
Dengan landasan dasar tujuan-tujuan tersebut maka proses dakwah tidak mudah untuk dilaksanakan. Karena itu seorang juru dakwah harus benar-benar memiliki perencanaan yang matang dalam melaksanakan dakwahnya, agar hasil dakwah yang dicapai sesuai harapan. Agar dakwah yang dilakukan berhasil guna dan tepat sasaran maka seorang juru dakwah harus memperhatikan unsur-unsur yang dapat memperngaruhi proses dakwah. Unsur-unsur tersebut ialah Da’i (muballigh), materi atau pesan dakwah, metode, media, dan mad’u (objek dakwah). Unsur-unsur tersebut saling mempengaruhi dan melengkapi satu sama lain.

Tujuan Dakwah Perspektif Al-Qur’an

            Tujuan dakwah secara umum adalah mengubah perilaku sasaran dakwah agar mau menerima ajaran islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, keluarga, maupun sosial kemasyarakatan lainnya. Sehingga dengan demikian diharapkan akan tercipta kehidupan yang penuh dengan keberkahan samawi maupun keberkahan ardhi. (al-‘Araf : 96 ).
Dakwah sebagai aktifitas internalisasi, transmisi, transformasi, dan difusi ajaran Islam dalam prosesnya melibatkan unsur-unsur dakwah yang terdiri dari  da’i, peserta, metode, media, dan mad’u yang merupakan suatu kesatuan yang berkait antara satu unsur lainnya. Adapun respons, tujuan dan dimensi ruang dan waktu merupakan iltizam dari proses dakwah. Yaitu sesuatu yang berada di luar unsur dakwah, tetapi tidak terpisahkan dan proses dakwah.
Dakwah pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan atau proses dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan sebagai pemberi arah atau pedoman bagi langkah kegiatan dakwah. Sebab tanpa tujuan yang jelas, seluruh kegiatan dakwah akan sia-sia. Apabila ditinjau dari pendekatan sistem, salah satu tujuan dakwah dapat ditemukan dalam surat Yusuf ayat 108 yang artinya:

“katakanlah, inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikuti mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik”.
Menurut ayat di atas, salah satu tujuan dakwah adalah membentangkan jalan Allah di atas bumi agar dilalui umat manusia. Dengan berdasarkan ayat tadi, Abdul Rasyid Saleh membagi tujuan dakwah menjadi dua, yakni tujuan utama dakwah dan tujuan departemental (tujuan perantara). Lebih jauh ia menulis “Tujuan utama dakwah ialah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai atau diperoleh oleh seluruh tindakan dakwah. Untuk tercapaianya tujuan utama inilah maka semua penyusunan, rencana dan tindakan dakwah harus ditujukan dan diarahkan.
Tujuan utama dakwah sebagaimana telah dirumuskan adalah terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan hidup didunia dan di akhirat yang diridai Allah SWT. Dilihat dari segi tujuan utama dakwah, tujuan deparatemental adalah merupakan tujuan perantara oleh karenanya tujuan tersebut berintikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridai Allah SWT. Dengan demikian, merujuk pada kutipan di atas, tujuan utama dan tujuan depertemental dakwah merupakan dua hal terkait yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan yang lainnya. Tujuan utama merupakan muara akhir dari tujuan departemental. Sedangkan tujuan departemental merupakan sarana bagi tercapainya tujuan utama.
Salah satu contoh dari proses pencapaian tujuan departemental dakwah adalah dalam bidang pendidikan. Pada wilayah ini. Untuk tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan, terdapat suatu nilai yang ditandai adanya suatu sistem pendidikan yang baik, tersedianya sarana pendidikan yang cukup. Serta terbentuknya objek pendidikan menjadi manusia yang bertakwa. Berakhlak, dan berilmu pengetahuan yang tinggi dan sebagainya. Demikian halnya dalam wilayah kehidupan yang lain.
Tujuan dakwah dapat juga diformulasikan dalam istilah lain yang berbeda meskipun secara subtansial tidak berbeda dengan tujuan dakwah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, yakni dalam tujuan umum (major objective) dan tujuan khusus (minor objective). Adapun tujuan minor dakwah dapat dikatakan sebagai perincian dari tujuan umum dakwah. Secara lebih lengkap, Jamaludin Kafie merincikan tujuan dakwah sebagai berikut.
            “Akhlak seseorang akan membentuk akhlak masyarakat, negara dan umat manusia seluruhnya. Maka karena bangunan akhlak inilah yang akan diutamakan di dalam dakwah sebagai tujuan utamanya. Dengan proses ini maka dakwah bertujuan langsung untuk mengenal Tuhan dan mempercayai sekaligus mengikuti jalan petunjuk-Nya (tujuan hakiki). Dakwah juga bertujuan untuk menyeru manusia kepada mengindahkan seruan Allah dan Rasul-Nya serta memenuhi panggilan-Nya, di dunia dan akhirat kelak (tujuan utama). Disamping itu, dakwah menginginkan dan berusaha bagaimana membentuk suatu tatanan masyarakat Islam yang utuh (tujuan khusus).
            Jelaslah bahwa dakwah dengan tujuan-tujuan tersebut di atas akan membentuk masyarakat manusia yang konstruktif menurut ajaran Islam, di samping mengadakan koreksi terhadap situasi dan segala kondisi atau seluruh bentuk penyimpangan dan penyelewengan dari ajaran agama dan menjauhkan manusia dari segala macam kejahiliyahan dan kebekuan pikiran. Jadi, tujuan final dakwah adalah amar ma’ruf nahy munkar’.
Menurut Syukriadi Sambas, tujuan dakwah Islam, dengan mengacu kepada kitab Al-Quran sebagai kitab dakwah, dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Merupakan upaya mengeluarkan manusia dari kegelapan hidup (zhulumat) pada cahaya kehidupan yang terang (Nur).
2.      Menegakkan sibghah Allah (celupan hidup dari Allah) dalam kehidupan mahluk Allah;
3.      Menegakkan fitrah insaniah;
4.      Mempropersikan tugas ibadah manusia sebagai hamba Allah;
5.      mengestafetkan tugas kebabian dan kerasulan; menegakkan aktualisasi pemeliharaan agama, jiwa, akal, generasi, dan ...hidup
1) Al-Quran Sebagai Pedoman Dakwah
Al-quran merupakan sebuah kitab dakwah, dan merupakan suatu undang-undang, konsep-konsep global, tempat kembali satu-satunya bagi para penyeru dakwah dalam mengambil rujukan, melakukan kegiatan dakwah dan penyusunan suatu konsep gerakan dakwah selanjutnya. Al-quran memiliki ruh pembangkit yang berfungsi sebagai penguat dan menjadi tempat berpijak bagi orang-orang yang beriman. Al-quran juga mempunyai peran sebagai penjaga, penerang, dan penjelas.    
Al-quran akan tetap menjadi naungan bagi hati kita, selama kita masih sudi membaca dan merenungkannya, dan menganggap keduanya (membaca dan merenungkan isi Al-quran). Sebagai ibadah. Dalam kenyataannya Al-quran memiliki potensi yang dinamis sebagaimana alam semesta, alam merupakan kitab Allah yang dapat dilihat, sedangkan Al-quran nerupakan kitab Allah yang dapat di baca, keduanya merupakan satu kesaksian dan bukti atas Dzat sang pencipta.
            Al-quran diturunkan untuk menghadapi pergulatan jiwa dan kenyataan dalam kehidupan. Secara hebat Al-quran berjuang melawan kebodohan dan kejahiliyahan dilingkungannya, Dan berusaha menyelesaikan pergulatan besar dalam jiwa dan hati manusia. Sepantasnyalah kita harus hidup sebagaimana kaum muslimin pertama, yang memberikan contoh sebenarnya dalam kenyataan kehidupan, dan dalam menghadapi kesulitan yang dialami manusia. Sangat jelas bahwa Al-quran dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan dakwah. Metode yang sesuai dengan pendekatan yaitu : Bilhal, seminar, diskusi, ceramah, obrolan, saresehan, audio visual, upacara keagamaan, dan hari-hari besar Islam. Adapun metode penelitian dakwah yaitu: Metode historis, metode deskriptif, metode eksperimen, dan metode survei.
            Al-quran merupakan kitab Allah yang diturunkan untuk manusia dan hanya manusia yang diajak bicara oleh Allah dalam Al-quran pembicaraan-Nya bersama manusia tidak pernah berubah, karena manusia tidak dapat diganti dengan makhluk lainnya, sekalipun situasi dan kondisi telah berubah disekitarnya dan banyak mempengaruhinya.    

2) Al-Quran Sebagai  Petunjuk
            Sesungguhnya Al-quran merupakan pandangan yang dapat memberikan petunjuk, dan merupakan rahmat yang melimpah ruah bagi orang- orang yang mempercayainya. Dan kebaikan yang ditimbulkan oleh Al-quran secara menyeluruh tetap terjaga. Pada masa  kejahiliyahan,Al-quran pernah ditentang oleh orang Arab jahiliyah tentang bukti keistimewaan material yang pernah berlaku pada rasul-rasul terdahulu. Sesungguhnya Al-quran  tidak sampai pada puncak kehebatan material dari sisi apapun yang dikehendaki oleh manusia dalam segala masa dan tempat, tidak terkecuali juga dari manusia terdahulu sampai akhir zaman. Dari sisi lain yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan adalah bangsa Arab dimasa  kejahiliyahan mereka, ketika mereka mengadakan kegiatan-kegiatan pesta berupa pembacaan syair, pidato dan lain-lain.Mereka merasa bangga dengan penampilan mereka di pasar-pasar seni, sampai hari ini seni mereka merupakan satu-satunya keistimewaan yang tidak dicapai oleh tangan-tangan manusia lainnya. Lalu Allah menantang nereka dengan dengan Al-quran, yang hingga saat ini masih berlangsung.
            Al-quran dapat meninggalkan suatu kesan yang sangat hebat dan memiliki rahasia kekuatan yang masih berada dalam kesuciannya dan selamanya berada dalam kesucian sehingga terketuklah hati mereka yang tertutup itu, yang masih berat memikulnya, lalu hati mereka berdebar-debar dan bosan berada dibawah cengkraman kekuatan kebodohan, oleh sebab itu mereka mau mendengarkan Al-quran.
Para pemuka Quraisy beserta kelompoknya pernah menyepelekan Al-quran, mereka berkata pada diri mereka dan pada kelompok mereka sendiri : “janganlah kalian mendengarkan Al-quran, dan hapuslah dari diri kalian agar kalian mendapatkan kemenangan “, diucapkannya ketika mereka mendapat keraguan dalam diri mereka untuk menyentuh Al-quran. Meskipun demikian, Al-quran masih tetap keluar secara keseluruhan sebagai pemenangnya, karena ayat-ayat Al-quran banyak ditampilkan di tengah-tengah ucapan dan tulisan mereka, sehingga menduduki tempat istimewa dan mandiri dalam kejadian-kejadiannya.
Konsep Al-quran sangat menakjubkan, karena didalamnya meliputi beberapa persoalan yang terdapat dalam wujud ini.Terungkap bahwa fitrah, hati dan akal manusia akan menerima secara mutlak adanya Al-quran. Sedangkan menerimanya secara positif, dan melihat secara obyektif, hal itu sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan fitrah, yang dapat membangkitkan satu kekuatan yang ada, dan dapat diarahkan pada pandangan yang benar. Sebagaimana firman-Nya : “Katakanlah : andaikata lautan itu menjadi tinta untuk (menuliskan kalimat-kalimat Allah,sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Allah, meskipun kami (Allah) mendastangkan tambahan sebanyak itu (pula) “Q.S Al-Kahfi, 18: 109.                  

Metode Dakwah Qur’ani

            Kabenaran Al-Qur’an adalah suatu kebenaran bersifat Absolut tanpa harus diragukan lagi. Walaupun orang–orang yang memiliki keyakinan sendiri mereka akan membenarkan keyakinan yang mereka anut dan dengan meyampingkan ajaran-ajaran yang lain dan hal ini sangat wajar. Namun yang menjadi persoalan kita adalah bagaimana ajaran Islam dapat sampai kepada mereka dengan mudah dimengerti oleh mereka? Maka dalam penyampaiannya memerlukan metote tersendiri.
Guna mempermudah menjalankan metode dakwah dan agar penyampaiannya mudah dipahami maka harus diikuti poin-poin berikut ini:
1.      Memahami maksud, tujuan utama dan hikamah diturunkannya risalah Islam di bumi ini.
2.      Memberikan gambaran Islam dengan jelas terhadap pemecahan-pemecahan masalah atas problematika juz’iah (yang bersifat bagian-bagian) yang tengah dihadapi, baik dibidang politik, sosial, ekonomi dan semua aspek kehidupan kita.
3.      Menyebarluaskan illustrasi Islam pada masalah-masalah juz’iah tadi dengan bahasa retorika yang konstruktif, bukan destruktif. Yaitu dengan cara memperbaiki kerusakan-kerusakan di masyarakat meskipun secara sebagian, dimana hal itu lebih baik dari pada menunggu kehancuan total untuk memperbaiki bangunan Islam dari awal lagi.

Tentang hal ini, Quraish Shihab   menulis :
1.      Pada saat-saat menggambarkan puncak kesucian yang dialami seseorang ( ketika menerima wahyu), Al-quran mengaitkan gambaran tersebut atau membawa yang bersangkutan dalam situasi yang bersifat materil.
2.      Menggunakan benda-benda alam –sekecil apapun- dan yang terlihat sehari-hari sebagai penghubung antara manusia dan Tuhan yang maha suci, atau sebagai gambaran tentang sikap kejiwaanya.
3.      Menekankan bahwa segala sesuatu yang terjadi sekecil apapun adalah dibawah kekuasaan, pengetahuan, dan pengaturan.

Menurut Shihab materi dakwah yang disajikan oleh Al-Qur’an di buktikan kebenarannya dengan argumentasi yang di paparkan atau dapat dibuktikan manusia melalui penalaran akalnya adakalanya Al-Quran menuntun manusia dengan redaksi yang sangat jelas dan dengan tahapan pemikiran yang sistematis. Untuk menunjang target yang diininginkan dalam penyajian materi, Al-Qur’an menempuh materi sebagai berikut:
1.      Mengemukakan kisah-kisah yang bertalian dengan salahsatu tujuan materi
2.      Nasehat dan panutan
3.      Pembiasaan
Banyak ayat Al-Quran yang mengungkapkan masalah dakwah, namun dari sekian banyak ayat itu yang dapat dijadikan acuan utama pada perinsip metode dakwah Qur’ani secara umum merujuk pada ayat 125 Surat An-Nahl.  Dapat di jelaskan bahwa seruan dan ajakan di jalan Allah atau Din Al-Islam harus menggunakan metode alhikmah, al-mauidzah, al-hasanah, dan mujadalah bi al-lati hiya ahsan.

UNSUR-UNSUR DAKWAH
a.      Dai/ Muballigh
            Seorang da’i yang dimaksud disini adalah da’i yang bersifat umum. Artinya bukan saja da’i yang profesional akan tetapi berlaku untuk setiap orang yang hendak menyampaikan, mengajak orang kejalan Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Bukhari yakni:
بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً
Artinya : “sampaikanlah (ajaran) dariku walaupun itu hanya satu ayat”

Da'i pertama setelah Allah menurunkan agama Islam adalah Nabi Muhammad Saw. Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 45-46 :
$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# !$¯RÎ) y7»oYù=yör& #YÎg»x© #ZŽÅe³t6ãBur #\ƒÉtRur ÇÍÎÈ   $·ŠÏã#yŠur n<Î) «!$# ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ %[`#uŽÅ ur #ZŽÏYB ÇÍÏÈ  
Artinya: Hai Nabi sesungguknya Kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan memberi peringatan dan untuk menjadi penyeru pada Agama allah dengan izinnya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi (Depag RI, 19…675)

Setiap orang yang menjalankan aktivitas dakwah, hendaknya setiap prilaku yang diperbuatnnya sesuai dengan apa yang diucapkannya. Firman Allah dalam Al-Qur'an :

Amat besar kemurkaan Allah terhadap apa-apa yang kamu ucapkan,  tetapi kamu tidak melakukannya.   
           
Seorang da'i harus betul-betul memiliki pemahaman yang mendetail tentang ajaran agama Islam, memiliki iman dan keyaqinan yang kuat bahwa agama Islam adalah betul-betul agama yang hak (benar), karena agama Islam  adalah petunjuk jalan yang lurus menuju bahtera kebahagiaan dunia dan akhirat.
            Setiap orang yang menjalankan dalam aktifitas dakwah hendaknya memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang da’i. Sebab keberhasilan suatu dakwah memang sangat bergantung kepada pribadi dari pembawa dakwah itu sendiri (Asmuni Syukir, 1983:34)
            Mubaligh sebagai komunikator, sudah barang tentu usahanya tidak hanya terbatas pada usaha menyampaikan pesan (statement of fact) semata-mata, tetapi dia juga harus konsen terhadap kelanjutan dari efek komunikasinya terhadap komunikan, apabila pesan-pesan tersebut sudah cukup membangkitkan rangsangan/dorongan bagi komunikan untuk melakukan usaha-usaha tertentu sesuai dengan apa yang di harapakan, ataukah komunikan tetap pasif (mendengar tetapi tidak mau melaksanakan). Karena komunikasi yang disampaikan itu membutuhkan follow up maka setiap muballigh harus mampu mengidentifisir dirinya sebagai pemimpin dari kelompok (jama’ahnya).
            Berikut ini merupakan faktor penunjang yang cukup penting untuk di perhatikan yang harus dimiliki oleh muballigh sebagaimana diungkapkan Toto Tasmara :
1.      Kebutuhan terhadap pengetahuan (need for knowledge)
2.      Kebutuhan pengembangan diri (need for achievment)
3.      Kebutuhan untuk membuktikan (need for improvement)
            Selain itu seorang muballigh harus memiliki pula sikap mental, diantaranya adalah:
1.      Kemampuan untuk mengontrol diri (self control)
2.      Rasa selalu ingin tahu
3.      Mampu untuk bekerja sama dan memberikan pelayanan (service dan cooperation).

Rasulullah Saw merupakan figur muballigh/dai profesional, pribadi yang indah dengan akhlak mulianya sebagai salah satu senjata utamanya untuk menghadapi problematika dakwah.

b. Materi/Pesan Dakwah
            Pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Pada garis besarnya sebenarnya sudah jelas bahwa materi dakwah adalah seluruh ajaran Islam secara kaffah tidak dipenggal-penggal atau sepotong-sepotong. Ajaran Islam telah tertuang dalam al-qur'an dan dijabarkan oleh Nabi dalam al-hadits, sedangkan pengembangannya kemudian akan mencakup seluruh kultur Islam yang murni dan bersumber dari kedua pokok ajaran Islam itu :
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ  
Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlawanan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasul-Nya (Al- Qur'an dan As Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya (An Nisa : 58).



Rasulullah Saw bersabda :
Artinya : Aku tinggalkan untuk kamu dua perkara, yang apabila kamu berpegang teguh kepada keduanya, kamu tidak akan tersesat selamanya, yaitu kitabullah dan sunnah Rasul-Nya." (HR. Bukhar Muslim).
                  
Materi yang demikian luas dan lengkap itu sudah tentu memerlukan pemilihan-pemilihan dan membuat prioritas-prioritas dengan memperhatikan situasi dan kondisi kemasyarakaatan yang ada serta menempuh bermacam-macam metode pendekatan, misalnya pendekatan substansial, situasional, dan kondisional, kontekstual, disamping itu karena pesan-pesan dakwah ini haruslah manusiawi yang diharapkan dapat membentuk pengalaman sehari-hari menurut tataran agama maka materi dakwahpun harus meningkatkan kemampuan dan akomodasi manusia dalam kehidupannya. Namun secara global dapat dikatakan bahwa materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu:



1. Masalah keimanan
            Akidah dalam Islam ialah bersifat ’itikad bathiniah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Masalah akidah ini secara garis besar ditunjukan oleh Rasulullah Saw dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu :
الإِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِِ
Artinya :“Iman ialah engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, Rosul-rosul Nya, hari akhir dan percaya akan adanya ketentuan Allah yang baik maupun yang buruk”

2.Masalah Syar’iyyah
Syar’iyyah dalam Islam ialah berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan/hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan mengatur pergaulan hidup antar sesama manusia.

3.Masalah Akhlak
            Masalah budi pekerti dalam aktivitas dakwah (sebagai materi dakwah) merupakan pelengkap saja, yakni untuk melengkapi keimanan dan keislaman seseorang. Meskipun akhlak ini berfungsi sebagai pelengkap, bukan berarti masalah akhlak kurang penting dibandingkan dengan masalah keimanan dan keislaman, akan tetapi akhlak adalah sebagai penyempurna keimanan, keislaman. Sebab Rasulullah Saw sendiri pernah bersabda yang artinya : ”Aku (Muhammad) diutus oleh Allah didunia ini hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”.
            Banyak ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan masalah dakwah. Namun dari sekian banyak ayat itu, yang dijadikan salah satu acuan utama mengenai pesan dakwah ada dalam surat Al Ahzab ayat 39, yaitu:
šúïÏ%©!$# tbqäóÏk=t7ムÏM»n=»yÍ «!$# ¼çmtRöqt±øƒsur Ÿwur tböqt±øƒs #´tnr& žwÎ) ©!$# 3 4s"x.ur «!$$Î/ $Y7ŠÅ¡ym ÇÌÒÈ  
”Yaitu orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah mereka takut kepada Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang pun selain kepada Allah. Dan cukupkanlah Allah sebagai pembuat perhitungan.”
           
Pesan-pesan dakwah itu sendiri sebagaimana yang telah digariskan oleh Al-Qur’an adalah berbentuk pernyataan maupun pesan (risalah) Al-Qur’an dan Sunnah karena Al-Qur’an dan Sunnah itu sudah diyakini sebagai All encompassing the Way of life bagi setiap tindakan kehidupan muslim, maka pesan-pesan dakwah juga meliputi hampir semua bidang kehidupan itu sendiri. Tidak ada satu bagian pun dari aktivitas muslim terlepas dari sorotan risalah. Dengan demikian yang dimaksud dengan pesan-pesan dakwah adalah semua pernyataan yang bersumberkan Qur’an dan sunnah baik tertulis maupun lisan dengan pesan-pesan (risalah) tersebut (Toto Tasmara , 1997 : 43)

C. Metode Dakwah
            Dari berbagai pengertian dan tujuan dakwah tersebut dapat diturunkan beberapa pesan moral Al-Qur’an tentang penyampaian dakwah, antara lain bahwa dalam upaya penyebaran agama Islam, perlu disampaikan dengan cara yang lebih baik, cara penuh kasih sayang, tidak muncul dari rasa kebencian. Hakikat dakwah adalah bagaimana mengarahkan dan membimbing manusia dalam menemukan dan menyadari fitrahnya sehingga sasaran utamanya adalah jiwa nurani dan mata hatinya.
            Jadi, inti sasaran utamanya adalah kesadaran pribadi.Untuk itu pendekatan dan watak dari kegiatan dakwah dilakukan melalui cara pencerahan-pencerahan fikiran dan menyejukan jiwa. Tidak dengan cara kekerasan dan kekuatan. Pendekatan-pendekatan yang harus muncul dan dibangun dalam kegiatan dakwah adalah pendekatan perdamaian, persahabatan, pertolongan, pembebasan dan sebagainya. Bukan pendekatan-pendekatan cacian, hinaan, hujatan, provokasi dan fitnah.
Cukup banyak metode dakwah yang bisa dipergunakan dalam berdakwah tergantung kemampuan, kemauan dan kesempatan yang memungkinkan. Tetapi bertitik tolak dari firman Allah di atas secara garis besar metoda dakwah itu dibagi tiga bagian yaitu kebijaksanaan, nasihat yang baik dan bertukar pikiran dengan cara yang lebih baik.
            Salah satu ayat Al-Qur’an yang menjadi acuan utama dalam prinsip metode dakwah Qur’an secara umum merujuk pada Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125, yaitu :
Artinya: “serulah (manusia) kejalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dia lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dijalan-Nya dan Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang dapat petunjuk”

Kata Al-Hikmah mempunyai banyak pengertian. Dari beberapa pemaknaan hikmah tersebut dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Hikmah pada intinya merupakan penyeruan atau pengajakan dengan cara bijak, filosofis, argumentatif, dilakukan dengan adil, penuh kesabaran, dan katabahan, sesuai dengan risalah nabawiyah dan ajaran Al-Qur’an.
Dakwah bil hikmah, yang berarti dakwah bijak, mempunyai makna selalu memperhatikan suasana, situasi dan kondisi mad’u. Hal ini berarti menggunakan metode yang relevan dan realistik sebagaimana tantangan dan kebutuhan, dengan memperhatikan kadar pemikiran dan intelektual, suasana psikologis, serta situasi sosial kultural objek dakwah. Prinsip-prinsip dakwah bil hikmah ditujukan kepada mad’u yang kapasitas intelektual pemikirannya tergolong ilmuwan atau cendikiawan (Asep Muhidin & Agus Ahmad Syafe’i, 2002: 79).
Dari beberapa pemaknaan Al-hikmah dapat diambil kesimpulan bahwa alhikmah adalah penyeruan atau pengajaran dengan cara bijak, filosofis, argumentatif, dilakukan dengan adil, penuh kesabaran dan ketabahan, sesuai dengan risalah nabawiyyah dan ajaran Al-Qur’an. Dakwah bil hikmah yang berarti dakwah bijak, mempunyai makna selalu memperhatikan suasana, situasi, dan kondisi mad’u. Hal ini berarti mengunakan metode yang relevan dan realitas sebagai mana tantangan dan kebutuhan
Menurut Sayyid Qutb (1997: 22). Matode hikmah akan terwujud apabila memperhatikan tiga faktor:
1.      Keadaan dan situasi orang-orang yang didakwahi.
2.      Kadar atau ukuran materi dakwah yang disampaikan agar mereka merasa tidak keberatan dengan beban materi tersebut.
3.      Metode panyampaian dakwah dengan membuat variasi sedemikian rupa sesuai dengan kondisi saat itu.
Menurut Muhammad Husain Yusuf dakwah dengan hikmah berarti dakwah yang disesuaikan dengan kadar akal, bahasa, dan lingkungan para pendengarnya.
            Al-Mauidzah Hasanah merupakan pelajaran dan nasehat yang baik, berpaling dari perbuatan yang jelek melalui tarhib dan targhib (dorongan dan motivasi), penjelasan, keterangan, gaya bahasa, peringatan, penuturan, contoh teladan, pengarahan, dan pencegahan dengan cara halus. Prinsip metode ini diarahkan terhadap mad’u yang kapasitas intelektual dan pemikirannya serta pengalaman spiritualnya tergolong kelompok awam.
Menurut beberapa ahli bahasa dan pakar tafsir memiliki pengertian sebagai berikut:
1.      Pelajaran dan nasehat yang baik, berpaling dari perbuatan buruk melalui tarhib dan targhib atau dorongan dan motivasi; penjelasan, keterangan, gaya bahasa, peringatan, dan penuturan.
2.      Suatu ungkapan dengan penuh kasih sayang yang terpatri dalam kalbu, penuh kelembutan sehingga terkesan dalam jiwa, tidak melalui cara larangan dan pencegahan, melecehkan, menyudutkan, meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan hati yang liar.
3.      Tutur kata yang lemah lembut, perlahan-lahan, bertahap, dan sikap kasih sayang dapat membuat seseorang merasa dihargai rasa kemanusiaanya dan dapat raspon positif dari mad’u.
Prinsip-prinsip metode ini diarahkan terhadap mad’u yang kapasitas intelektual dan pemikiran dan pengalaman spiritualnya tergolong kelompok awam. Menurut Yakub dakwah yang melakukan hal ini harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1.      Tuturkata yang lembut sehingga terkesan dihati.
2.      Menghindari sikap tegar dan kasar.
3.      Tidak menyebut-yebut kesalahan yang dilakukan orang-orang yang didakwahinya.

            Wa Jadilhum bi al-lati hiya ahsan yaitu upaya dakwah melalui bantahan, diskusi atau berdebat dengan cara yang baik, sopan, santun, saling menghargai dan tidak arogan. Dalam pandangan Muhammad Husain Yusuf, cara dakwah ini diperuntukan bagi manusia jenis ketiga. Mereka adalah orang-orang yang hatinya dikungkung secara kuat oleh tradisi jahiliah yang dengan sombong dan angkuh melakukan kebatilan, serta mengambil posisi arogan dalam menghadapi dakwah.
Metode dakwah yang disodorkan Al-qur’an dalam surat an-Nahl adalah upaya dakwah melalui bantahan, diskusi, dan perdebatan dengan cara yang terbaik, sopan santun saling menghargai dan tidak arogan. Pada pandangan Muhammad Husain cara dakwah ini diperuntukan bagi manusia jenis ketiga yaitu orang-orang yang hatinya dikungkung secara kuat oleh jahiliah.
Prinsip metode ini ditujukan sebagai reaksi alternatif dalam menjawab tantangan respon negatif dari mad’u khususnya bagi sasaran yang menolak, tidak peduli, bahkan melecehkan seruan da’i. Untuk melengkapi metode yang disodorkan terhadap mad’u, ada beberapa metode yang dapat di laksanakan:
1.      Metode kontak langsung.
2.      Demontrasi hasil
3.      Demontrasi proses
4.      Bekerja dengan pemimpin masyarakat
5.   Aksi kelompok

Metode Dakwah
Metode adalah unsur yang tak kalah pentingnya dalam mendukung sukses tidaknya suatu dakwah. Metode atau cara penyampaian dakwah bisa dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman, selama metode dakwah tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Diantara metode yang dapat diguakan dalam berdakwah  yaitu: Metode ceramah, metode tanya jawab, metode mujadalah, metode percakapan antar pribadi, metode demonstrasi, metode Rasulullah, metode pendidikan dan pengajaran, metode silaturahmi ( Asmuni Syukir, 1983 : 104 ).

Metode Pengembangan Dakwah

Filosofis dakwah adalah usaha perubahan kearah yang lebih baik. Jadi, erat kaitannya dengan perbaikan (ishlah), pembaharuan (tajdid), dan pembangunan. Perbaikan pemahaman, cara berpikir, sikap, dan tindakan (aktivitas). Dari pemahaman yang negatif, sempit, dan kaku, berubah menjadi positif dan berwawasan luas. Dari sikap menolak (kafir), ragu (munafik), berubah menjadi sikap menerima (iman) dengan jalan ilm al-yaqin, haqqul al-yaqin menuju al-ain al-yaqin. Dari sikap iman emosional, statis dan apatis, berubah menjadi iman rasional, kreatif dan inofatif. Dari aktivitas lahwun, la’ib, laghwun yang tidak bermanfaat, berubah menjadi aktivitas efektif, bermakna, bernilai ibadah, dan bermanfaat, baik secara individual baik atau secara kolektif.

Argumen Empiris
            Kondisi mad’u selalu berubah dan berkembang sesuai dengan tantangan dan kebutuhan yang dihadapinya, searah perkembangan ilmu pengetahuan da teknologi yang semangkin canggih. Ketika dakwah diartikan sebagai tranformasi sosial, dakwah akrab dengan teori-teori perubahan sosial yang mengasumsikan terjadinya progress (kemajuan) dalam masyarakat. Idea of progress (gagasan tentang kemajuan) muncul dari kesadaran manusia tentang  diri sendiri tentang alam sekitarnya. Dalam konteks ini, realitas aktivitas dakwah dihadapkan kepada nilai-nilai kemajuan yang perlu direspon, diberi nilai, diarahkan, dan dikembangkan kearah yang lebih berkualitas. Visi, misi dan aktivitas dakwah perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman.

Media dakwah
            Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang (materil), orang, tempat, dsb.

D. Mad’u (objek dakwah)
            Mad’u yang dimaksud disini adalah objek atau sasaran dakwah. Masyarakat sebagai objek dakwah adalah sebagai salah satu unsur yang penting di dalam sistem dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan unsur-unsur dakwah yang lain. Oleh karena itu masalah masyarakat haruslah dipelajari dengan sebaik-baiknya sebelum melangkah ke aktivitas dakwah yang sebenarnya. Oleh karena itu seorang da’i hendaknya melengkapi dirinya dengan pengetahuan dan pengalaman yang erat hubungannya dengan masalah masyarakat, misalnya sosiologi, ekonomi, politik, psikologi, sejarah dsb.
            Sebagai contoh dibawah ini disajikan empat variasi mad'u dengan pengelompokan yang homogen dan satu kelompok masa yang relatif heterogen. Kelima variasi mad'u tersebut adalah seperti berikut :
1.      Seorang mad'u dalam tingkat usia dewasa awal yang berekonomi lemah, dari kalangan petani, berpendidikan rendah, berada di desa dan sebagai muslim yang bangga dengan Islamnya.
2.      Madu dalam tingkat usia dewasa awal yang berekonomi tinggi dari kalangan  pedagang, sarjana, berdomisili dikota, dan sebagai muslim yang bangga dengan Islamnya.
3.      Mad'u dalam tingkat usia setengah baya, yang berekonomi lemah, tidak bermata pencaharian, berpendidikan rendah, berada di desa, beragama non islam dengan  sikap anti terhadap Islam.
4.      Mad'u dalam tingkat usia setengah baya, yang berekonomi tinggi, dari kalangan militer berpendidikan tinggi, berada dikota, beragama non islam dengan sikap   simpati terhadap Islam.      
5.      Mad'u dalam tingkat usia majemuk berekonomi menengah kebawah, dari berbagai jenis mata pencaharian, pendidikan menengah kebawah, berada dikota beragama Islam dengan bermacam-macam sikapnya terhadap Islam.

Dakwah Rasulullah

Untuk mengenal metode pengembangan dakwah yang dilakukan Rasul, terlebih dahulu perlu mengenal situasi dan kondisi masyarakat Arab pra-Islam sebagai kondisi objektif madu yang dihadapi oleh Rasulullah dan sahabat.
Sebelum risalah Nabi saw, kondisi kehidupan masyarakat Arab secara umum dikenal sebagai masyarakat jahiliyah. Secara geografis dan demografis, ini layak sebab merupakan daerah gersang dan mata pencaharian sebagian penduduknya berternak. Masyarakat pada umumnya miskin dan menderita, sebagai akibat sadi kesenjangan sosial ekonomi yang melahirkan penindasan.
Dari segi kebudayaan masyarakat arab terkenal mahir dalam bidang bahasa dan sastra (syair). Adapun dari segi keagamaan, mayoritas masyarakat bangsa Arab merupakan penyembah berhala, kecuali sebagian kecil menganut agama Yahudi dan Nasrani, dan ada juga yang atheis, tidak mempercayai Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kondisi sosial dan moral demikian, masyarakat arab pra-Islam memandang rendah wanita layaknya barang yang bisa diperjualbelikan. Derajat wanita pada waktu itu menempati kedudukan terendah sepanjang sejarah umat manusia.
            Namun demikian ada beberapa kelebihan yang dimiliki bangsa arab antara lain mampunyai ketahanan fisik yang prima, pemberani, daya ingat yang kuat, kasadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia kepada pemimpin. Namun sifat dan karekter yang baik tersebut seakan-akan tiada artinya karena di selimuti kekejaman, ketidakadilan dan keyakinan terhadap berhala.


Prinsip-Prinsip Dakwah Rasulullah Saw
Beberapa prinsip dakwah Rasulullah yaitu:
1.      Mengetahui medan (mad’u) melalui penelitian dan perenungan.
2.      Melalui perencanaan pembinaan, pendidikan, pengembangan serta pembangunan masyarakat.
3.      Bertahap, berdakwah secara diam-diam, baru kemudian cara terbuka. Diawali dengan keluarga dan teman terdekat, kemudian masyarakat secara umum.
4.      Menerapkan strategi hijrah.
5.      Melalui syiar ajaran dan pranata Islam antara lain melalui; khotbah; adzan; iqomah dan salat berjamaah.
6.      Melalui musyawarah dan kerjasama.
7.      Melalui cara dan tindaikan yang akomodatif, toleran dan saling menghargai.
8.      Melalui nilai-nilai kemanusiaan.
9.      Melalui bahasa
10.  Melalui surat
11.  Melalui teladan yang baik dan

Motode Dakwah Rasulullah Saw

Secara metodologis peristiwa sejarah setidaknya memberikan pesan dakwah yang sangat jelas.
Pertama, meyelamatkan kemerdekaan dan kehormatan individu dengan jalan meyakini kisah al-ashbul kahfi. Kedua, tercapainya kemungkinan baru dan ditemukannya keinginan yang mendukung perjuangan di luar sosial politik. Yang zalim guna menentang yang zalim tersebut. Ketiga, mengembangkan dan menyebarkan pemikiran dan akidah wilayah lingkungan lain dalam rangka menunaikan tugas dakwah serta melaksanaka tanggung jawab di tengah-tengah masyarakat dalam rangka menyadarkan dan memberikan kebahagiaan bagi mereka. Keempat, mempelajari alam secara alamiah.
Adapun Kaidah-Kaidah Dakwah Rasulullah Saw yaitu:
1.        Tauhidullah, yakni sikap mengesakan Allah dengan sepenuh hati tidak menyekutukan-Nya, hanya mengabdi, memohon dan meminta pertolongan kepada Allah.
2.        Ukhuwah Islamiah, yaitu sikap persaudaraan antara sesama muslim karena adanya kesatuan akidah, pegangan hidup, pandangan hidup, sistem sosial dan peraturan, sehingga terjalinlah kesatuan hati dan jiwa yang melahirkan persaudaraan.
3.        Musawah, yaitu, sikap persamaan antara sesama manusai, tidak arogan tidak saling merendahkan dan meremehkan orang lain.
4.        Musyawarah, yaitu sikap kompromis dan menghargai pendapat orang lain.
5.        Ta’awun, yaitu sikap gotong royong
6.        Takaful Ijtima, yaitu sikap pertanggung jawaban berasama dan sikap solidaritas sosial.
7.        Tasamuh, yaitu sikap toleransi.
8.    Istiqomah,  yaitu sikap disiplin.

 

Tahapan Dakwah Nabi

Tahapan-tahapan yang dilakukan Nabi dalam upaya membentuk masyarakat Islami di Madinah meliputi:

  1. Membangun Mesjid
Dibangunnya mesjid sebagai langkah pertama, bahkan sebelum Nabi memiliki tempat tinggal dimaksudkan sebagai pusat pembinaan akhlak ummat- di samping sebagai tempat ibadah (ritual) seperti shalat. Dengan dibangun dan dimakmurkannya mesjid sebagai langkah pertama, beliau hendak menunjukkan bahwa pembangunan dan pemakmuran mesjid merupakan asas pertama masyarakat yang Islami. Fungsi mesjid bukan hanya terbatas sebagai tempat shalat dan ibadah mahdhah saja, melainkan juga sebagai lembaga untuk mempererat hubungan dan ikatan jamaah umat Islam, serta membicarakan berbagai problematika ummat & mencari pemecahannya.     

  1. Mengukuhkan Jalinan Ukhuwwah
Tahap kedua adalah menegakkan semangat ukhuwwah Islamiyyah. Hal ini bertujuan bagi terciptanya kesatuan masyarakat Islam yang kokoh. Diwarnai rasa persaudaraan sesama muslim dan toleransi kepada umat yang lain berasaskan persamaan dan prinsip wahdatul ummah (kesatuan dan integrasi umat). Masyarakat Islami di Madinah dibawah kepemimpinan Nabi saw kemudian berubah menjadi komunitas politik yang membentuk daulah islamiyyah.
Jalinan ukhuwwah menciptakan integritas umat Islam yang sangat kokoh. Bersatu memantapkan akidah dan mengamalkan syarai’at Islam, melaksanakan ajaran Islam tentang tolong menolong (ta’aawun) dalam kebaikan dan ketaqwaan, saling menasehati dalam kebenenaran dan kesabaran serta bersatu dalam menghadapi makar musuh-musuh Islam dan tampil sebagai khairu ummat (ummat terbaik) yang beriman dan melaksanakan amar ma’ruf nahyi mungkar (QS. Al-Maidah : 2, Al-Ashr 1-3, Ali Imran 110)
   
  1. Membuat Perjanjian (Piagam Madinah
Tahap berikutnya Nabi menjalinkan hubungan baik ummat Islam tersebut dengan non-muslim melalui perjanjian yang disepakati bersama (konstitusi atau Undang-undang) yang dikenal dengan Piagam Madinah. Dokument sosial politik pertama di dunia Islam ini mengatur pola hubungan antar umat Islam serta antar umat Islam dan non-Islam atas prinsip bertetangga baik, saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela yang teraniaya, saling menasehati dan menghormati kebebasan beragama. Perjanjian itu dimaksudkan untuk mengatur pola hubungan yang harmonis antar warga agar tecipta stabilitas.
Tahapan-tahapan pembentukan masyarakat yang dilakukan Rasulullah tersebut menghasilkan suatu perubahaan, yaitu perubahan kondisi masyarakat dari jahiliyyah ke Islami. Berjalan baiknya fungsi dan peranan mesjid sebagai pusat pembinaan masyarakat, kokohnya ukhuwwah Islamiyyah di antara sesama umat Islam dan dijalinnya hubungan baik dengan warga non-muslim melalui Dustur Madinah pada akhirnya melahirkan masyarakat Islam Madinah yang sangat kuat.      
Namun demikian keberhasilan tersebut tak bisa lepas dari upaya Rasulullah Saw yang terlebih dahulu menanamkan iman dan akidah Islam (tauhid) yang kokoh sebelum dan selama pembangunan masyarakat yang islami berlangsung. Artinya, pembinaan iman-Islam merupakan pekerjaan pokok dan terus dilakukan dalam kerangka pembangunan masyarakat Islam.

Hikmah Dakwah
Berdakwah ibarat pertarungan antara hak dan batil yang tak akan pernah berhenti. Oleh karena itu ada dua kemungkinan yang dihadapi: menang atau kalah. Namun dalam berdakwah tidak ada istilah “kalah”, karena dalam kondisi apapun seorang da’i yang ikhlas akan senantiasa mendapat keuntungan dan memperoleh kemenangan yang dijanjikan Allah. Diantara keuntungan dakwah adalah:
q  Mendapat jaminan pahala dari Allah. Rasulullah saw bersabda: “Sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui (usaha dakwah) kamu, maka (pahalanya) bagimu lebih baik dari unta merah”. (H.R. Bukhari Muslim)
q  Mendapat curahan rahmat Allah. Menyeru manusia kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar akan mendapat rahmat dari Allah swt. (Q.S. At-Taubah (9): 71).
q  Terhindar dari malapetaka di dunia. Ada sunnatullah yang berlaku di dunia ini, yakni manakala kerusakan dan penyimpangan dibiarkan merajalela disuatu negeri maka Allah Swt akan membinasakan negeri tersebut. Dan sejarah kehidupan manusia membuktikan kebenaran sunnatullah tersebut. Alqur’an menceritakan kepada kita contoh-contoh bangsa besar yang hancur dibinasakan Allah sebagai akibat penyimpangan agama yang mereka lakukan. (Q.S. Al-An’am (6): 6)
q  Membersihkan jiwa. Dakwah berperan cukup signifikan dalam membersihkan jiwa da’i. Seorang da’i memahami secara pasti bahwa keberhasilan dakwah dan terwujudnya perubahan kearah yang lebih baik bertumpu pada perubahan setiap personal, baik dalam mentalitas, moralitas maupun perilaku.
q  Mengakkan hujjah (argumentasi) terhadap para pembangkang. Seorang da’i akan mempertanggungjawabkan dihadapan Allah dan punya hujjah bahwa dirinya telah menyampaikan pesan Islam kepada seluruh manusia, termasuk para pembangkang. Sedangkan untuk sipembangkang itu dia tidak punya hujjah untuk mengatakan bahwa ia tidak pernah menerima seruan Islam. (Q.S. An-Nisa (4): 165)
q  Selamat dari azab Allah dihari akhirat.
q  Mendapat ampunan Allah Swt. Dimasukkan oleh Allah kedalam surga-Nya yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Bukankah itu semua itu kemenangan dalam berdakwah dan berjuhad? Karena itulah Allah menyebut target-target tersebut sebagai Alfauzul ‘azhim (kemenangan yang besar). Bahkan andaikan seorang da’i menemui ajal dalam berdakwah, maka ia bukanlah kalah. Dia adalah pemenang sejati. Dia syahid dan hidup selamanya.  Q.S. Albaqarah (2): 154): dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu mati) bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.        













0 komentar: